TUNGGAL PANALUAN
LEGENDA TUNGGAL PANALUAN
Tunggal Panaluan adalah sebuah tongkat yang bersifat magis dan terbuat
dari kayu yang telah diukir dengan gambar kepala manusia dan binatang,
panjang tongkat tersebut diperkirakan lebih kurang 2 (dua ) meter
sedangkan tebalnya / besarnya kira – kira 5-6 cm.
Dalam suku batak tongkat panaluan dipakai oleh para datu dalam upacara
ritus, dan tongkat ini dipakai para datu (dukun) dengan tarian tortor
yang diiringi gondang (gendang) sabangunan.
Konon menurut sejarah suku batak bahwa Tunggal Panaluan ini merupakan
fakta sejarah yang memiliki kisah hubungan terlarang, pada dahulu kala
ada seorang raja yang tinggal di desa Sidogor dogor Pangururan di pulau
Samosir di teluk perpisahan antara darat dan air, Raja ini bernama Guru
Hatiabulan dengan memiliki seorang istri bernama Nan Sindak Panaluan.
Sesudah perempuan itu hamil, maka luar biasa lamanya barulah melahirkan,
sehingga penduduk kampung menganggap keadaan itu sesuatu hal yang gaib,
sehingga terjadilah bala kelaparan di negeri ini.
Tidak beberapa lama kemudian, melahirkanlah Nan Sindak Panaluan dengan
melahirkan anak kembar, seorang anak laki – laki dan seorang anak
perempuan (marporhas dalam suku batak ) dan seketika itu juga saat si
anak dilahirkan turunlah hujan terus menerus dengan lebatnya, sehingga
semua tanam tanaman bertumbuhan dan alam tampak segar dan hijau kembali.
Lalu Guru Hatiabulan mengundang semua pengetua adat dan kepala – kepala
suku untuk mengadakan pesta besar dengan memotong seekor kerbau sebagai
persembahan untuk mendamaikan kekuatan jahat itu sekaligus untuk
mengumumkan nama anak – anaknya yang baru lahir itu, sehingga mereka
mengadakan perjamuan makan besar bersama.
Usai mereka makan bersama, maka Guru Hatiabulan mengumumkan nama anak –
anaknya, yang putra diberi nama “ Si Aji Donda Hatahutan “ dan yang
putri diberi nama “ Si Boru Tapi Nauasan “. Sebelum acara perjamuan itu
selesai ternyata para tamu yang hadir itu telah menasehati Guru
Hatiabulan supaya anak – anak itu jangan bersama – sama diasuh, yang
satu kiranya dibawah ke barat dan yang satunya ke timur, sebab kelahiran
kembar apabila yang berlainan jenis adalah satu masalah yang sangat
tidak baik menurut faham suku batak, akan tetapi Guru Hatiabulan tidak
mengindahkan nasehat arif para pengetua – pengetua itu, bahkan Guru
Hatiabulan mendirikan gubuk kecil di gunung Pusuk Buhit untuk
menyembunyikan anak – anaknya dan iapun setiap harinya menghantarkan
makanan mereka dengan menyiapkan seekor anjing untuk menjaga anak –
anaknya itu.
Setelah anak – anaknya mulai menginjak dewasa, maka sang putri bernama
Si Boru Tapi Nauasan pergi bermain – main, dan kebetulan melihat
sebatang pohon bernama “ Piu piu Tanggule ( hau tada – tada ) “ yang
batangnya dipenuhi duri – duri, dan pohon ini memiliki buah sudah mulai
matang (masak) dan cantik – cantik lagi di pandang mata, maka Si Boru
Tapi Nauasan kepingin makan buah – buah itu, sehingga ia memanjatnya dan
memetik buahnya lalu dimakannya.
Akan tetapi seketika itu juga ia ditelan oleh pohon itu dan menjadi satu
dengan pohon itu, hanya kepalanyalah yang masih kelihatan. Si Aji Donda
Hatautan saudara laki – lakinya menunggu digubuknya sampai sore hari
dalam kebingungan mengenai nasip saudarinya Si Boru Tapi Nauasan,
sehingga saudaranya itu memutuskan untuk pergi kehutan untuk mencari
saudarinya sambil memanggil – manggil namanya.
Ternyata panggilannya itu di dengar oleh Si Boru Tapi Nauasan, dan
saudara laki – lakinya itu pun bertanya kepadanya, kenapa sampai bisa
ditelan oleh pohon itu, dan iapun ingin membantu saudarinya itu.
Si Aji Donda Hatautan memutuskan untuk memanjat pohon itu, ternyata ia
juga menjadi lengket dan dihisap dan bersatu dengan pohon itu, begitu
juga dengan anjingnya setelah datang mencari – cari dan melompat kepohon
itu untuk menolong tuannya tetapi anjingnya ini pun lengket juga
dipohon itu.
Sebagai mana biasanya, pada keesokan harinya, orangtuanya datang untuk
mengantarkan makanan anak – anaknya ke gubuk, tetapi ia tidak melihat
anak – anaknya di gubuk itu lagi, sehingga ia pergi mencarinya kedalam
hutan dengan mengikuti jejak kaki anak – anaknya, dan ia sangat terkejut
menlihat kejadian itu yang hanya melihat kepala anak – anaknya dan
kepala anjingnya lengket di pohon itu.
Dengan rasa sedih dan bersusah hati, Guru Hatiabulan pergilah mencari
seorang tukang sihir, dan ia bertemu dengan “ Datu Parmanuk Koling “,
dan menceritakan apa yang telah dialami oleh anak – anaknya. Datu inipun
pergilah kepohon itu disertai dengan orang – orang yang ingin melihat
kejadian itu, karena kejadian ini sudah tersiar kemana – mana.
Seperangkat alat gendang dibawalah ketempat itu dan sang datupun mulai
membacakan mantera – manteranya untuk mengusir roh – roh jahat itu, dan
sang dukun memanjat pohon itu akan tetapi ia juga ditelannya.
Dengan hati bingung dan bertanya – tanya dalam hati, Guru Hatiabulan dan
para warga yang menyaksikan ritual tersebut kembali kerumahnya masing –
masing, akan tetapi mereka tidak putus harapan mereka juga pergi untuk
mencari seseorang datu (dukun) lain dengan harapan dapat mengambil anak –
anaknya yang lengket dipohon itu dan mereka pun bertemu dengan seorang
ahli/tukang sihir ternama yang bernama “ Marangin Bosi “ atau disebut
juga dengan gelar dukun “ Malatang Malliting” , orang inipun pergilah
kepohon itu akan tetapi di telan juga.
Begitu juga dengan “Datu Boru Sibasobolon “ datang juga kepohon itu
namun ditelan juga, begitu juga yang terjadi dengan “ Datu Horbo
Marpaung “ dan “ Datu Siajibahir “ atau gelar jolma so begu (separoh
manusia separoh setan ) dan seekor ular yang kebetulan memanjat pohon
itu tertelan juga.
Guru Hatiabulan telah kehabisan akal, karena ia telah mengeluarkan
banyak hartanya untuk keperluan para dukun (datu) tersebut, berselang
beberapa hari kemudian seseorang “ Datu Parpansa Naginjang “ datang
menjumpai Guru Hatiabulan dan memperkenalkan diri dan dukun ini
mengatakan bahwa ia bisa melepaskan orang – orang yang ditelan pohon
itu. Sehingga Guru Hatiabulan mempercayai sang dukun ini dan memberikan
semua keperluan yang ia minta karena menurutnya mereka harus
mempersembahkan kurban kepada semua roh – roh dari daratan dan roh – roh
dari hutan dan yang lain nya, maka mereka akan dilepaskan.
Guru Hatiabulan mempersiapkan semua permintaan dan melaksanakan petunjuk
sang dukun, kemudian merekapun pergi kepohon itu untuk memasang semua
ilmu – ilmu sihir yang diketahui si dukun ini. Lalu sang dukun menebang
pohon sampai roboh namun secara tiba – tiba semua kepala manusia dan
kepala binatang itu lenyap dan menghilang sehingga semua orang – orang
yang menyaksikannya menjadi bingung.
Akan tetapi sang dukun berkata, agar Guru Hatiabulan memotong kayu dan
mengukirnya dengan memberikan gambaran dari orang – orang yang lenyap di
pohon itu. Hal inipun dilakukannya dengan mengukir gambaran 5 (lima)
orang kepala laki – laki, dan 2 (dua) orang kepala perempuan, seekor
anjing dan seekor ular melata. Setelah usai di ukir merekapun kembali
kekampungnya dan diadakanlah pesta dengan memalu gendang dan memotong
seekor kerbau.
Datu Parpassa Ginjang menarikan suatu tari kebirahian, dengan jalan ini
ia membuat dirinya kesurupan dengan roh – roh dari yang tertelan itu,
sesudah ia disurupi oleh roh – roh ini merekapun memulai pembicaraan
melalui sang dukun dan salah seorang dari roh itu mengatakan :” O….bapak
pengukir, bapak telah mengukir gambaran kami yang mempunyai mata, akan
tetapi tidak dapat untuk melihat, kami mempunyai mulut akan tetapi tidak
dapat berbicara, kami mempunyai kuping akan tetapi tidak dapat
mendengar, kami mempunyai tangan akan tetapi tidak bisa memegang, maka
kami akan mengutuk bapak penyihir.” Ujar roh itu.
Datu itu pun menjawab : “ jangan kutuk saya, akan tetapi pisau inilah,
karena jika tidak dengan itu saya tidak dapat mengukir gambaranmu “.
Lalu Pisau itu menjawab :“ jangan kutuk saya akan tetapi tukang besi
itulah, karena jika ia tidak menempa saya, saya tidak akan pernah
menjadi sebilah pisau “. Tukang pandai besi berkata :” jangan kutuk
saya, akan tetapi pengembus / puputan itulah, karena jika tidak dengan
tiupannya saya tidak akan dapat menempa sesuatu apa “.Pengembus /
Puputan itu berkata : “ jangan kutuk saya, akan tetapi Guru Hatiabulan
lah, sebab jika ia tidak seperti yang kami perbuat, kami tidak akan
pernah melakukan pekerjaan ini.
Roh itu kembali berbicara, yang ditujukan kepada Guru Hatiabulan dengan
mengatakan : “ saya kutuk kamu bapa dan juga kamu ibu yang melahirkan
saya, “Lalu Guru Hatiabulan menjawab : “janganlah kutuk saya, akan
tetapi kutuklah dirimu sendiri, kau yang telah terjerumus / jatuh
kedalam lubang, kau yang dibunuh dengan lembing dan kamu yang tidak
mempunyai keturunan.”ujarnya.
Lalu roh itu berkata : “ jikalau demikianlah kejadiananya bapa,
pergunakanlah saya dari sekarang sebagai pangkal pada musim hujan,
pemanggil hujan dalam musim kemarau, penasehat dalam pemerintahan dalam
negeri, teman seperjuangan dalam peperangan, sumber / penyebab kebusukan
/ kerusakan dalam penyakit dan kematian, kekuatan untuk mengusut
pencuri dan perampok.”
Sesudah itu, upacarapun usai dan masyarakatpun kembali kerumahnya masing
– masing, sehingga di kemudian hari nasehatnya itu dituruti dengan
mempergunakan tongkat yang demikian sesuai dengan yang dipesankan,
salam.
BalasHapussaya ingin mendapatkan minyak senyonyong batak atau apa jua minyak pengasih/pelet.
mohon anda hubungi saya abang5501@hotmail.com
saya punya tongkat tunggal panaluan asli ratusan tahun yang lalu
BalasHapusminat hub saya 081213042348
batu cincin asli mata ikan
Saya punya Parfum kualitas original :
BalasHapusGema Parfum
Parfum Kualitas Original.
----------
The Wizard of Slots - DrmCD
BalasHapusThe 인천광역 출장샵 Wizard of Slots: a modern gaming experience with 경기도 출장마사지 a variety of bonuses, 강원도 출장마사지 features and unique 고양 출장안마 payouts. the Wizard's Slots. Rating: 5 · 7 votes 경상북도 출장샵
joya shoes 110e7mkzmc241 joya sko danmark,joya sko norge,joya skor stockholm,joya cipő,joya zapatos,joya schoenen,joya scarpe,joya chaussures,joya schuhe,joya schuhe deutschland joya shoes 815c8febua396
BalasHapus